SIFAT WAJIB & SIFAT MUSTAHIL BAGI ALLAH TA’ALA
Untuk
iman kepada Allah Ta’ala dan agar Tauhid benar, maka wajib terlebih
dahulu mengetahui sifat–sifat yang wajib dan yang mustahil bagi hak Allah
Ta’ala jalla wa azza.
1.
SIFAT KAMÂLÂT Allah TA’ALA
Sifat adalah, nama bagi yang melazimi zat, berdiri
pada zat dan tidak dapat berpisah darinya, sehingga orang akan mengenal
zat melaluinya1.
Sedangkan menurut al-Jurjani, sifat adalah, nama yang menunjukkan
bahagian dari kelakuan zat. Atau tanda yang
mesti ada pada zat yang disifati, dan zat itu dikenal melaluinya.3
Oleh karena itu, orang sering menyebut bahwa; sifat adalah, hal
{kelakuan} yang menggambarkan suatu zat.
Sifat- sifat Allah Ta’ala, sangat banyak dan tidak dapat dihitung. Namun
pada garis besarnya, sifat- sifat yang dimaksud tidak terlepas dari tiga
kelompok ini, yaitu:
1. Kelompok sifat- sifat jamal {keindahan}
2. Kelompok sifat-sifat jalal {kegagahan}
3. Kelompok sifat-sifat kamal {kesempurnaan}
Namun dalam buku ini, hanya dibicarakan sebahagian dari sifat-sifat kamal
Allah Ta’ala.
Imam
as-Sanusi berkata:
فَمِـمَّا يَجِبُ لِمَـوْلاَنَا جَلَّ
وَعَـزَّ عِـشْرُوْنَ صِـفَةً ...... ف ( مِنْ مَـا )
Artinya ; “ Maka diantara sifat
yang wajib bagi tuhan kita jalla wa ‘azza adalah dua puluh sifat”
Dengan kata “min at-tabi’diyah” {sebagian}, As-Sanusi
memberi isyarat bahwa, sifat-sifat kamalat yang wajib bagi tuhan
kita jalla wa ‘azza menurut dalil ‘aqli dan naqli, tidak
terbatas kepada dua puluh saja, sebab sifat kesempurnaan Allah Ta’ala
tiada terhingga. Akan tetapi, kita tidak mampu untuk mengetahui semua
sifat-sifat, yang tidak didukung oleh dalil naqli dan dalil ‘aqli
itu, maka atas karunia Allah Ta’ala, kiranya kita tidak
diwajibkan untuk mengetahui seluruhnya secara rinci. Cukup secara global saja,
mudah-mudahan dengan mengetahui dua puluh sifat ini, tauhid kita sudah
benar dan dapat mengenal Allah Ta’ala secara benar dan sempurna pula.
Adapun sifat kamâlât yang wajib syar’iy, untuk diketahui oleh
setiap mukallaf ada dua puluh . Sifat-sifat ini, wajib bagi hak Allah Ta’ala
menurut hukum akal dan mustahil dari padanya, dua puluh juga.4
Sifat–sifat tersebut adalah :
1. Wujud , “اَلْوُجُـوْدُ “
Artinya
“ada”. Maksudnya , ada Zat Allah Ta’ala dan mustahil bersifat ‘adam,
artinya, tidak ada Zat Allah Ta’ala. Dalilnya :
a. Dalil naqli :
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. As-Sajadah : 4
اللهُ الَّذِى خَـلَقَ السَّـمـوَاتِ
وَالأَرْضَ وَمَـا بَـيْـنَـهُـمَـا
Artinya : “ Allah Ta’ala yang menciptakan sekalian langit dan bumi, serta
apa saja yang ada diantara keduanya “.
b. Dalil ‘aqli :
Keberadaan alam semesta ini, dapat dilihat , diraba dan dialami
secara nyata dan pasti. Tentu akal mengakui, menetapkan dan menerima
bahwa , itu semua tidak mungkin ada, kalau tidak ada yang
menciptakannya. Tidak mungkin ada mobil, rumah dan kue , jika
tidak ada yang membuatnya. Demikian juga manusia, tetumbuhan,
gunung dan alam seisinya tidak mungkin ada, jika tidak ada penciptanya.
Pencipta tersebut adalah Allah Ta’ala. Maka patut bagi setiap mu’min
mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa zikir (ingat) kepada Allah Ta’ala pada
setiap yang maujud (yang ada).
2. Qidam “ اَلْقِـدَمُ “
Artinya “dahulu”. Maksudnya, adanya Zat Allah Ta’ala tanpa didahului
oleh ketiadaan. Mustahil Allah Ta’ala bersifat baharu, artinya
didahului oleh ketiadaan. Dengan kata lain, Wujud Allah Ta’ala tidak ada
permulaannya. Dalilnya
a. Dalil naqli.
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-hadid : 3.
هُـوَ الأَوَّلُ وَالآخِـرُ
وَالظَّـاهِـرُ وَالْبـَاطِـنُ
Artinya
: “Dia {Allah }yang awal {tiada permulaan bagi-Nya}. Yang akhir {tiada
kesudahan bagiNya}. Yang Zahir dan yang batin”.
b. Dalil ‘aqli
Alam semesta beserta isinya, ruang dan waktu sebagai mana yang telah
kita ketahui adalah, ciptaan Allah Ta’ala. Maka menurut akal,
sang pencipta {Allah Ta’ala} telah lebih dahulu ada {qidam } sebelum
ada ciptaan-NYA {makhluk }. Sangat mustahil jika ciptaan dahulu
ada, dari penciptanya. Maka patut bagi setiap mu’min untuk
mengi’tiqadkan bahwa senantiasa bersyukur kepada Allah Ta’ala yang telah
menjadikannya menjadi mu’min muslim dengan taufiqNya.
3. Baqâ, “ اَلْبَـقَـاءُ “
Artinya “kekal”. Maksudnya adalah, keberadaan Zat Allah
Ta’ala {Wujud-nya} kekal, tanpa ada perubahan, fana
{binasa} atau berakhir. Mustahil Allah Ta’ala binasa, berubah,
habis atau lenyap. Dengan kata lain, wujud Zat Allah Ta’ala tanpa
diakhiri oleh kesudahan atau waktu. Dalilnya:
a. Dalil naqli.
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Ar-Rahman.
كُـلُّ مَـنْ عَـلَـيْـهَـا فَـانٍ.
وَيَـبْـقَـى وَجْـهُ رَبِّـكَ ذُوالْجَـلاَلِ وَاُلإِكْـرَامِ
Artinya: “segala yang ada diatas
bumi ini akan fana {binasa} dan kekallah Zat Tuhanmu {Muhammad} , yang
mempunyai kebesaran dan kemuliaan”.
b. Dalil ‘aqli
Semua makhluk mengalami perubahan, binasa, fana dan
berakhir. Menurut akal, pasti ada yang mengakhirinya atau yang
membinasakannya. Oleh karena itu, akal menemukan bahwa : ada Zat yang
kekal dan yang berkuasa untuk merubah dan membinasakan, Zat tersebut adalah
Zat Allah Ta’ala yang maha kekal, mustahil fana , lenyap atau
binasa. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa ingat
bahwasannya ia akan binasa (mati) supaya ia bertaubat dan banyak beristighfar
4. Mukhalafatuhu li al-hawadis,
“مُـخَـالَـفَـتُـهُ لِلْـحَـوَادِثِ “
Artinya “berbeda wujud Zat Allah Ta’ala dengan sekalian yang baharu”,
mustahil menyerupai atau menyamai. Maksudnya adalah, wujud Allah Ta’ala
tidak menyerupai apapun dan tidaن ada apapun
yang menyerupai Allah Ta’ala dalam: Zat, sifat dan fi’il- Nya.
Dalilnya:
a. Dalil naqli.
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.Asy-Syũro : 11.
لَـيْسَ
كَـمِثْـلِهِ شَـيْءٌ وَهُـوَ السَّـمِـيْـعُ الْعَـلِـيْـمُ
Artinya : “ Tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai
Allah Ta’ala. Dialah yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui “.
b. Dalil aqli
Apabila Allah Ta’ala menyerupai atau serupa dengan sesuatu
pada ;Zat, sifat atau fi’il–Nya , maka Allah Ta’ala tentu
serupa dengan sesuatu itu. Sehingga pencipta dan ciptaan menjadi sama,
padahal yang demikian sangat mustahil dan tidak masuk akal. Oleh karena
itu, Allah Ta’ala sang pencipta alam ini, pasti tidak serupa
dengan segala yang baharu atau dengan kata lain, tidak sama antara
khalik dan makhluk. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia
senantiasa memperbanyak tasbih kepada Allah Ta’ala
5. Qiyâmuhu binafsihi , “ قِـيَـامُـهُ بِـنَـفْـسِـهِ “
Artinya “ berdiri Allah Ta’ala dengan sendiriNya “. Mustahil minta tolong
kepada sesuatu lain-Nya. Maksudnya adalah ; wujud Allah Ta’ala tidak
membutuhkan kepada apapun dan kepada siapapun, selain Zat-Nya sendiri.
Tidak kepada tempat, ruang dan pertolongan yang lain. Dalilnya :
a. Dalil naqli .
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-Ankabut : 106.
إِنَّ اللهَ لَـغَـنِىٌّ عَـنِ
الْعَـالَـمِـيْـنَ
Artinya : “ Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Kaya dari sekalian alam”.
Maksudnya adalah, Allah Ta’ala tidak membutuhkan suatu apapun dari alam
semesta ini.
b. Dalil ‘aqli
Apabila Allah Ta’ala tidak berdiri dengan sendiriNya, berarti
membutuhkan pertolongan dari selain diri-Nya, maka IA lemah,
tidak sempurna dan tidak Mahakaya, sama seperti makhluk. Bila Allah sama dengan
makhluk ciptaan-Nya, berarti IA juga makhluk. Padahal yang demikian itu
mustahil, sebab IA bersifat qidâm dan baqâ. Maka patut
bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa berhajat dan faqir kepada
Allah Ta’ala
6. Wahdâniyah, “ اَلْوَحْـدَانِـيَّـةُ “
Artinya “ Esa Zat Allah Ta’ala “ dan mustahil berbilang . Maksudnya adalah,
Allah Ta’ala Esa ; Zat-Nya, Sifat-Nya dan Fi’il-Nya. Dalilnya :
a. Dalil naqli.
Firman Allah Ta’ala Q.S.. Al-Ikhlas : 1
قُـلْ هُـوَ اللهُ اَحـَــدٌ
Artinya : “ Katakan ya Muhammad ! Dialah Allah Yang Maha Esa “.
b. Dalil ‘aqli.
Andai kata Tuhan itu berbilang atau lebih dari satu , maka akan timbul
perselisihan diantara mereka atau berbeda faham, tentu akan binasa alam
semesta ini. Sebab yang satu ingin begini dan yang satu lagi hendak begini
pula. Oleh karena itu , mustahil pada akal bahwa , Tuhan yang
mengatur alam ini tidak Esa. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa
ia melihat dengan mata bathinnya kepada fi’il Allah Ta’ala dalam setiap
kejadian bahwa, itu tertib dari Allah Ta’ala
7. Hayât , “ اَلْحَـيَـاةُ “
Artinya “ Hidup “ . Maksudnya adalah
, sifat hidup terdapat pada Zat Allah Ta’ala atau Zat Allah Ta’ala
sifat-Nya adalah hidup, maka mustahil bersifat mati. Dalilnya :
a. Dalil naqli.
Firman Allah Ta’ala Q.S.. Al-Baqarah : 255
اللهُ لاَ إِلـهَ إِلاَّ هُـوَ
الْحَـىُّ الْقَـيُّـوْمُ
Artinya : “ Allah Ta’ala tiada Tuhan selain Dia yang Maha Hidup lagi Maha
Berdiri Sendiri “.
b. Dalil ‘aqli
Kalau saja misalnya Allah Ta’ala itu merupakan Zat yang mati, niscaya
alam ini akan berantakan, sebab tidak ada yang mengendalikan. Sedangkan
sebuah mobil yang meluncur dengan supir mengantuk akan terjun ke dalam jurang,
apa lagi jika supirnya mati.
Demikian juga dengan alam yang luas ini ; matahari, bulan,
bintang-bintang dan planet-planet yang beredar di ruang angkasa, termasuk
manusia, akan hancur, jika yang mengaturnya mengantuk, apa
lagi mati. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia menyerahkan
hidupnya kepada Allah Ta’ala yang Maha Hidup
8. ‘Ilmu , “ اَلْعِـلْـمُ
“
Artinya “ tahu “ atau mengetahui . Maksudnya adalah ,Zat
Allah Ta’ala mempunyai sifat ‘ilmu atau Zat Allah Ta’ala bersifat Maha Tahu,
maka mustahil Allah Ta’ala bersifat jâhil atau tidak tahu. Dalilnya :
a. Dalil naqli.
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al Baqarah : 29
وَهُـوَ بِـكُـلِّ شَـيْءٍ عَـلِيْـمٌ
Artinya :“ Dan Dia, (Allah Ta’ala) itu Maha Mengetahui segala sesuatu “.
b. Dalil ‘aqli
Allah Ta’ala Maha Tahu segala sesuatu, Maha Tahu terhadap segala yang
telah diciptakan dan yang akan diciptakan, mustahil Allah Ta’ala tidak
mengetahui atau bodoh terhadap hal tersebut, sebab kalau Allah Ta’ala
bersifat bodoh, tidak tahu dan tidak berilmu, maka IA tidak dapat
menguasai dan tidak dapat mengatur alam ini. Apabila alam semesta beserta
isinya diperhatikan, maka mustahil menurut akal bahwa,
penciptanya adalah, Zat yang tidak berilmu atau bodoh. Padahal manusia
sebagi ciptaan-Nya saja memiliki ilmu , bahkan ada yang sangat berilmu,
apa lagi IA. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia sangat takut
untuk berbuat maksiat, sebab Allah Ta’ala Maha Tahu segala hal dan
perbuatannya.
9. Qudrat , “ اَلْقُـــدْرَةُ “
Artinya “kuasa“ dan mustahil lemah. Maksudnya adalah , Allah Ta’ala
mempunyai sifat qudrat yang berdiri pada Zat-Nya atau qudrat itu
memang sifat bagi Zat Allah Ta’ala . Dalilnya :
a. Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al – Baqarah : 30
إِنَّ اللهَ عَـلَى كُـلِّ شَـيْءٍ
قَـدِيْـرٌ
Artinya : “ Sesungguhnya Allah Ta’ala atas segala sesuatu Maha Berkuasa ”.
b. Dalil ‘aqli
Alam semesta dan isinya adalah, ciptaan Allah Ta’ala ,
sebagaimana keterangan yang lalu. Maka sesungguhnya mustahil jika IA sendiri
tidak menguasainya. Sebab andaikata Tuhan lemah tidak berkuasa, tentu
tidak akan ada makhluk-Nya atau IA bukan Tuhan yang Maha berkuasa. Oleh karena
itu, mustahil menurut akal , jika Allah Ta’ala lemah dan wajib
pada akal bahwa, Allah Ta’ala Maha Berkuasa untuk menciptakan sesuatu
atau meniadakannya. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia
senantiasa tawaddlu’ tidak takabbur atau sombong bahkan ia sangat
takut kepada Allah Ta’ala yang Maha Kuasa
10. Irâdat , “ اَلإِرَادَةُ “
Artinya “ berkehendak “ dan mustahil
dipaksa, Maksudnya adalah, dalam menentukan sesuatu atau memilih
sesuatu , Allah Ta’ala berbuat menurut sekehendak-Nya . Dalilnya :
a. Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-Buruj : 16
فَـعَّـالٌ لِـمَـا يُـرِيْـدُ
Artinya : “(Allah Ta’ala
itu) Maha berbuat terhadap apa yang dikehendaki-Nya”.
b. Dalil ‘aqli
Dalam menciptakan sesuatu , Allah Ta’ala tetap menurut
kehendak-Nya. Demikian juga dalam menentukan atau memilih. Mustahil Allah
Ta’ala diatur atau dipaksa oleh kekuatan yang lain. Kalau Allah Ta’ala
dapat dipaksa atau diatur oleh kekuatan yang lain, maka Ia lemah dan
berarti Ia bukan tuhan. Oleh karena itu patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan
bahwa ia senantiasa bersyukur atas ni’mat Allah dan sabar atas ujianNya
11. Sama’ , “ اَلسَّـمْـعُ “
Artinya “ mendengar “. Mustahil Allah Ta’ala bersifat tuli . Maksudnya adalah ,
Zat Allah Ta’ala bersifat sama’ artinya , mendengar segala
sesuatu atau sifat mendengar adalah , salah satu sifat yang tetap ada
pada Zat Allah Ta’ala . Dalilnya :
a. Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. An-Nisa’ : 184
وَكَـانَ اللهُ سَـمِـيْعًـا
عَـلِيْـمًـا
Artinya :“Dan adalah Allah Ta’ala itu Maha Mendengar dan Maha Mengetahui“.
b. Dalil ‘aqli
Allah Ta’ala mempunyai sama’, yaitu pendengaran dan mustahil tuli,
sebab tuli adalah , sifat kekurangan. Allah Ta’ala mustahil bersifat
kekurangan, karena sifat kekurangan itu adalah, sifat bagi zat
baharu. Padahal kita yakin sepenuhnya bahwa, Allah Ta’ala itu bukan
baharu , sebaliknya Allah Ta’ala adalah, pencipta segala yang
baharu. Maka mustahil IA tuli , seperti yang baharu itu. Maka patut bagi
setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia takut dan waspada dalam berkata-kata,
karena Allah Ta’ala Maha Mendengar segala perkataan yang baik maupun yang buruk
12. Bashar , “ اَلْبَـصَـرُ “
Artinya “ penglihatan “ , mustahil buta atau tidak dapat melihat.
Maksudnya adalah , Zat Allah Ta’ala bersifat bashar atau
mempunyai penglihatan dan sifat ini adalah , salah satu sifat yang
berdiri pada Zat-Nya. Dalilnya :
a. Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-Hujarârat : 18.
وَاللهُ بَـصِيْـرٌ بِـمَـا
تَـعْـمَـلُوْنَ
Artinya : “ Dan Allah Ta’ala maha melihat segala apa saja yang kamu
kerjakan ”.
b. Dalil ‘aqli
Semua gerak gerik dari segala pekerjaan manusia , dilihat oleh Allah
Ta’ala, mustahil IA buta, sebab buta adalah, sifat
kekurangan. Padahal sifat kekurangan adalah, sifat makhluk-Nya . Apabila
Tuhan juga buta, maka IA adalah makhluk , padahal mustahil tuhan
menjadi makhluk , sebagai mana yang diterangkan pada awal kajian ini.
Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia tidak akan berbuat dosa
dan maksiat, sebab Allah Ta’ala Maha Melihat segala perbuatannya.
13.
Kalâm , “ اَلْكَـلاَمُ “
Artinya “ berkata-kata “ dan mustahil Allah Ta’ala bisu. Maksudnya adalah
, Allah Ta’ala mempunyai sifat kalâm atau mempunyai tutur
kata. Dalilnya :
a. Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. An-Nisa’ : 164
وَكَـلَّمَ اللهُ مُـوْسَى
تَـكْلِيْـمًـا
Artinya : “ Dan telah berkata-kata
Allah Ta’ala dengan (Nabi Musa) sebenar – benar perkataan “
b. Dalil ‘aqli
Kalau saja Allah Ta’ala bisu , tentu tidak
dapat memerintah dengan baik. Sedangkan sifat bisu adalah, sifat
kekurangan. Jika IA bisu, maka Bagaimana mungkin dapat berfirman kepada
para Rasul-Nya. Oleh sebab itu , sifat kalâm adalah, sifat
kesempurnaan Allah Ta’ala yang wajib lagi qadîm yang berdiri pada
Zat-Nya. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa
memperbanyak zikir dengan harapan agar ia juga disebut Allah Ta’ala sebagai
hambaNya.
14. Kaunuhu Haiyan, “ كَـوْنُـهُ حَـيََّـا “
Artinya “Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Hidup“,
mustahil Allah Ta’ala dalam keadaan mati. Sebab IA mempunyai sifat hayât
yang telah ada dan berdiri pada Zat-Nya, maka Zat tersebut haiyun.
Dalilnya sama dengan dalil sifat hayât.
15. Kaunuhu ‘Âliman, “ كَـوْنُـهُ عَـالِـمًـا “
Artinya “Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Mengetahui.”
Maksudnya adalah, mustahil jahil (dalam keadaan tidak mengetahui). Oleh
karena, IA bersifat tahu dan dalam keadaan mengetahui. Mustahil tidak
tahu, apalagi dalam keadaan tidak mengetahui. Dalilnya sama dengan dalil
sifat ‘ilmu
16. Kaunuhu Qâdiran. “ كَـوْنُـهُ
قَـادِرًا “
Artinya “Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Kuasa,“
maka mustahil dalam keadaan lemah, karena IA mempunyai sifat qudrat.
Dalilnya sama dengan dalil sifat qudrat.
17. Kaunuhu Murîdan, “ كَـوْنُـهُ مُـرِيْـدًا “
Artinya “ Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Menghendaki,”
atau Maha Menentukan, maka mustahil dalam keadaan terpaksa atau tidak
berkehendak, karena IA mempunyai sifat irâdat. Dalilnya sama
dengan dalil sifat irâdat.
18. Kaunuhu Sami’an, “ كَـوْنَـهُ سَـمِـيْـعًا “
Artinya “ Zat Allah Ta’ala senantiasa dalam keadaan Maha Mendengar,”
maka mustahil dalam keadaan tuli atau tidak mendengar, karena Ia
mempunyai sifat sama’ yang tetap ada pada zat-Nya. Dalilnya sama dengan
dalil sifat sama’
19 Kaunuhu Basîran, “ كَـوْنُـهُ بَصِيْـرًا “
Artinya “ Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Melihat, “
maka mustahil dalam keadaan buta ataupun tidak melihat, karena Ia
mempunyai sifat bashar yang tetap berdiri pada Zat-Nya . Dalilnya sama
dengan sifat bashar.
20. Kaunuhu Mutakalliman, “ كَـوْنُـهُ مُـتَـكَلِّمًـا “
Artinya “ Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha
Bertutur Kata ,” maka mustahil Allah Ta’ala dalam keadaan bersifat
bisu atau tidak dapat bertutur kata, karena IA mempunyai sifat kalâm.
Dalilnya sama dengan sifat kalâm.
Demikianlah, dua puluh sifat kamãlãt Allah Ta’ala serta mustahilnya,
yang telah didukung oleh dalil-dalil naqli dan ‘aqli, secara
rinci dan jelas.