Psychedelic Pointer


Jumat, 14 November 2014

Cerpen : Kita Keluarga


KITA KELUARGA


                        Hai! Perkenalkan nama aku Rinda. Aku menganggap keluarga adalah hal orang-orang yang berharga di hidup kita. Ada juga orang yang beranggapan keluarga itu orang yang selalu ngomel-ngomel ke kita. Tapi memang benar selalu ngomel lah, marah lah. Emang kita anggap itu sebagai hal yang negatif. Padahal keluarga kita tidak bermaksud seperti itu, hanya ingin menasehati kita.
 Pada pagi yang cerah ini saya akan berangkat sekolah. Yah seperti biasa bangun pagi, sholat, makan,  mandi. Tapi masih saja aku mempunyai kebiasaan burukku, menonton tv. Memang aku selalu menonton acara kesukaan ku. Namun aku masih saja melakukan rutinitas kesalahanku. Ada saja barang yang hilang. Hehehe. Seperti biasa pertama kalinya menjadi sasaran adalah keluarga kita terutama orang tua kita. Pagi yang seharusnya diisi dengan bersantai atau sekedar minum teh dengan membaca koran menjadi suasana yang penuh dengan amarah.
“Ibu, tau dasiku nggak, bu?” Tanya ku kebingungan
“Mana ibu tau. Makanya kalau habis pulang sekolah dasi sama sabuk itu disimpan, biar nggak bingung kaya gini paginya.” Ibu menjawab dengan santai
“Ah ibu, masa nggak tau kalo pulang sekolah kan capek. Minta tolong ibu kenapa biar diingetin akunya.” Jawabku sambil masih mencari dasiku.
Dan tiba-tiba kakak ku datang dan langsung menjawab omonganku tadi.
“Ah, kamu mah kalo pagi sukanya cari masalah aja. Udah tau waktu buat santai. Eh malah dibuat ribut-ribut.” Menjawab sambil duduk di kursi ruang tamu
Aku pun langsung menjawab omongan kakakku tadi.
“Ah kakak nyamber aja sih. Udah lah nggak usah ikut-ikut, Kak!” Jawabku sambil sedikit emosi,
Dan tiba-tiba ayahku datang dan berbicara.
“Dasi siapa ini. Kok ada di bawah kursi?”
“Dasi aku yah.” Jawabku dengan cepat
Dan ibu pun lalu berbicara padaku.
“Sudah berangkat sekolah sana. Nanti keburu telat.” Jawab ibu
Lalu aku menjawab “Oke bu. Ayah, Ibu, sama yang baca koran tuh. Aku berangkat yah, Assalamualaikum.”
            Tepat pukul 12.00 bel pulang pun berbunyi murid-murid berhamburan keluar kelas, ya termasuk aku juga.”Tingtongg” aku membunyikan bel rumahku sambil mengucap salam. Setelah pagar dibuka oleh ibu aku pun langsung menghempaskan badan ku ke sofa.
“Haduh capek, panas lagi” Kataku sambil menggerakkan kerahku.
Lalu ibuku berkata “Ganti baju dulu sana terus solat”
“Nanti aja ganti bajunya aku mau solat dulu aja” Jawabku sambil melepas dasi dan sabukku
“Ya terserah, tapi sabuk sama dasinya di gantung di kamar. Biar kelihatan”
“Oke ibu. Aku solat dulu ya” Jawabku sambil berlari ke kamar mandi.
            Yah itulah kegiatanku sehari-hari. Tapi aku tak pernah lupa melihat sinetron kesukaanku. Memang suatu kegiatan yang aneh. Minggu depan sudah libur sekolah. Ayah dan ibuku tidak libur. Aku merasa kesal karena waktu liburan malah diisi dengan kerja, kerja, dan kerja. Aku selalu bilang kepada ayah dan ibu. Tetapi mereka malah bilang “Ini buat kebaikan kamu”. Kakakku selalu cuek, mungkin karena dia sudah lebih besar dari aku. Suatu hari aku bertanya pada kakakku.
“Kak kenapa sih kok kakak cuek kalo ayah dan ibu kerja di hari libur. Seharusnya kan kita liburan, senang-senang gitu. Meninggalkan rutinitas yang membuat penat.” Kataku kepada kakakku.
“Kamu itu liburan terus aja, belajar sana. Biar sukses!” Jawab kakakku ketus.
“Kakak selalu bilang begitu. Aku butuh refreshing kak.” Jawabku.
“Udah sana nggak usah ngganggu kakak. Ke kamar mu saja sana!!”
            Kakakku super duper cuek. Aku pingin punya kakak yang perhatian dengan adiknya. Tapi, biarkan. Namanya juga hidup. Hidup kalu nggak mau ada coba’an ya nggak usah hidup aja. Matahari mulai terbenam, tandanya malam sudah tiba. Aku menghampiri ayah dan ibuku di ruang keluarga.
“Bu, kenapa sih ibu kok nggak pernah ngajak aku liburan?”
“Ibu kan harus kerja, Nak” Kata ibu sambil duduk di kursi
“Ya, aku tau. Aku cuma ingin liburan, refreshing.” Jawabku dengan nada agak ngambek.
“Ya udah, insyaallah bulan depan.”
Lalu aku menjawab dengan marah “Haaaa. Bulan Depan. Terserah deh bu!”
            Punya keluarga kok cuek semua. Nggak pernah pergi bareng. Serasa nggak punya keluarga. Makan bareng berempat aja jarang. Aku ngiri sama teman-temanku. Mereka selalu diantar orang tuanya, bawa bekal yang disiapkan orang tua, semuanya disiapin lah. Mana mau ibu atau ayah seperti itu. Rasanya khayal. Meraka hanya sibuk bekerja seharian. Berangkat pagi pulang malam. Keesokan harinya pada saat pulang sekolah aku bercerita kepada temanku, Sinta.
“Sin kamu tau nggak, Sin?”
“Tau apa? Kamu kan belum bilang apa-apa sama aku” Jawab Sinta heran.
“Oh ia lupa hehehe. Gini sin kenapa siih orang tuaku nggak pernah ngajak liburan sekeluarga. Paling sekali dua kali tiap tahunnya. Aku sebel sama mereka, kakakku juga. Emang aku dianggap apa?” Tanyaku sambil terbawa emosi.
“Menurutku sih kamu harus sabar. Mungkin orangtuamu sibuk banget kali, Rin.” Jawab Sinta sambil menenangkanku
“Sesibuk-sibuknya mereka, masa nggak bisa luangin waktunya buat aku gitu”
“Udah, semua itu udah diatur sama Allah. Di balik masalah ini pasti ada hikmahnya kok, Rin J
“Iya-iya, makasih nasehatnya Sin. Kamu memang sahabat terbaikku.” Jawabku dengan tersenyum.
“Oke sama-sama.”
“Oh iya rin kalau keluargamu gimana? Sama kaya aku?”
“Ya hampir sama. Cuma ayah dan ibuku kerja di luar kota. Yah paling di rumah sama bibi, pak parman.”
“Berarti kita sama dong. Tapi ngomong-ngomong kok kamu nggak pernah sedih atau apa gitu?” Tanyaku penasaran.
“Ya biasa ajalah. Kita harus bisa ngertiin mereka kalau mereka kerja itu buat kita. Mereka juga nggak pernah ngeluh kalau mereka capek. Aku salut sama mereka. Membanting tulang untuk aku”
“Ya ada benernya juga sih. Hahaha, kita sama ya. Tapi aku salut sama kamu kamu tetep tegar. Tapi memang seberapa jauh jarak yang memisahkan kita, nggak ada batasan buat kita sayang ke mereka.”
“Iya aku setuju denganmu. Ayo kita pulang, Rin?”
“Let’s goo.” Jawabku dengan semangat
            Aku sangat senang mempunyai sahabat seperti Sinta. Dia selalu mengerti aku. Selalu ada saat aku senang, sedih. Nggak akan aku sia-siakan sahabatku yang tulus ini. Keesokan harinya Sinta tidak masuk sekolah. Aku bingung kenapa dia tidak masuk sekolah. Pada saat itu guru mengumumkan kalau  Ayah Sinta meninggal karena kecelakaan mobil. Aku yang mendengar kabar itu langsung kaget. Selama pelajaran aku pun tidak tenang. Aku kuatir dengan keluargaku. Setelah bel pulang berbunyi akupun langsung bergegas pulang ke rumah. Dan sesampai di rumah aku kaget Ayah, Ibu dan Kakakku sudah ada di ruang tamu. Aku langsung memeluk mereka bertiga.
“Ayahh, Ibuu, Kakakk. Assalamualaikum, aku pulanggg” Kataku sambil memeluk mereka satu persatu.
“Tumben kamu meluk-meluk segala. Oh ia tadi ayah sama ibu denger sahabatmu, Sinta. Ayahnya meninggal ya?. Ayah sama Ibu mau ke rumah Sinta, ibu sama ayah nunggu kamu dateng biar bisa berangkat sama-sama.”
“Ya masa nggak boleh. Ya nggak Bu, Yah? Oh nungguin aku ya. Oke ayo kita berangkat, tapi aku ganti baju dulu yaaa?”
Kakakku langsung menjawab. “Ya iya lah masa ke rumah orang bau asem kaya gitu.”
            Setelah aku berganti baju, aku dan keluargaku langsung menuju ke sana. Sesampai disana ternyata jenazah Ayah Sinta sudah dimakamkan. Disana aku melihat Sinta sedang memandangi foto ayahnya. Setelah bersalaman dan pamit ke keluarga Sinta. Sesampai dirumah aku berbicara kepada ayah dan ibuku.
“Ayah Ibu aku minta maaf ya? Aku terlalu egois sama ayah, sama ibu. Menganggap ibu sama ayah nggak peduli sama aku”
“Sudah tidak apa-apa itu juga salah ibu sama ayah memang terlalu memikirkan kerjaan” Jawab ayah.
“Iya ayah sama ibu juga minta maaf sinta.” Jawab ibu sambil tersenyum padaku
            Semenjak itu aku lebih mengerti akan keluargaku. Mereka melakukan itu untuk kebaikanku. Orang tua yang semula aku anggap tidak mempedulikanku, ternyata salah. Mereka orang yang yang sangat penting, berharga seperti nyawa yang ada di tubuh. Keluargaku aku sayang kepada kalian. Keluargaku kau bagian dari separuh nyawaku J.


Maaf, jika cerpen karya saya ada kekurangannya.....
Hanya untuk hiburan saja..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar