KITA KELUARGA
Hai!
Perkenalkan nama aku Rinda. Aku menganggap keluarga adalah hal orang-orang yang
berharga di hidup kita. Ada juga orang yang beranggapan keluarga itu orang yang
selalu ngomel-ngomel ke kita. Tapi memang benar selalu ngomel lah, marah lah.
Emang kita anggap itu sebagai hal yang negatif. Padahal keluarga kita tidak
bermaksud seperti itu, hanya ingin menasehati kita.
Pada pagi yang cerah ini saya akan berangkat
sekolah. Yah seperti biasa bangun pagi, sholat, makan, mandi. Tapi masih saja aku mempunyai
kebiasaan burukku, menonton tv. Memang aku selalu menonton acara kesukaan ku.
Namun aku masih saja melakukan rutinitas kesalahanku. Ada saja barang yang
hilang. Hehehe. Seperti biasa pertama kalinya menjadi sasaran adalah keluarga
kita terutama orang tua kita. Pagi yang seharusnya diisi dengan bersantai atau
sekedar minum teh dengan membaca koran menjadi suasana yang penuh dengan
amarah.
“Ibu, tau dasiku nggak,
bu?” Tanya ku kebingungan
“Mana ibu tau. Makanya
kalau habis pulang sekolah dasi sama sabuk itu disimpan, biar nggak bingung
kaya gini paginya.” Ibu menjawab dengan santai
“Ah ibu, masa nggak tau
kalo pulang sekolah kan capek. Minta tolong ibu kenapa biar diingetin akunya.”
Jawabku sambil masih mencari dasiku.
Dan tiba-tiba kakak ku
datang dan langsung menjawab omonganku tadi.
“Ah, kamu mah kalo pagi
sukanya cari masalah aja. Udah tau waktu buat santai. Eh malah dibuat
ribut-ribut.” Menjawab sambil duduk di kursi ruang tamu
Aku pun langsung
menjawab omongan kakakku tadi.
“Ah kakak nyamber aja
sih. Udah lah nggak usah ikut-ikut, Kak!” Jawabku sambil sedikit emosi,
Dan tiba-tiba ayahku
datang dan berbicara.
“Dasi siapa ini. Kok
ada di bawah kursi?”
“Dasi
aku yah.” Jawabku dengan cepat
Dan
ibu pun lalu berbicara padaku.
“Sudah
berangkat sekolah sana. Nanti keburu telat.” Jawab ibu
Lalu
aku menjawab “Oke bu. Ayah, Ibu, sama yang baca koran tuh. Aku berangkat yah,
Assalamualaikum.”
Tepat pukul 12.00 bel pulang pun
berbunyi murid-murid berhamburan keluar kelas, ya termasuk aku juga.”Tingtongg”
aku membunyikan bel rumahku sambil mengucap salam. Setelah pagar dibuka oleh
ibu aku pun langsung menghempaskan badan ku ke sofa.
“Haduh
capek, panas lagi” Kataku sambil menggerakkan kerahku.
Lalu
ibuku berkata “Ganti baju dulu sana terus solat”
“Nanti
aja ganti bajunya aku mau solat dulu aja” Jawabku sambil melepas dasi dan
sabukku
“Ya
terserah, tapi sabuk sama dasinya di gantung di kamar. Biar kelihatan”
“Oke
ibu. Aku solat dulu ya” Jawabku sambil berlari ke kamar mandi.
Yah itulah kegiatanku sehari-hari.
Tapi aku tak pernah lupa melihat sinetron kesukaanku. Memang suatu kegiatan
yang aneh. Minggu depan sudah libur sekolah. Ayah dan ibuku tidak libur. Aku
merasa kesal karena waktu liburan malah diisi dengan kerja, kerja, dan kerja.
Aku selalu bilang kepada ayah dan ibu. Tetapi mereka malah bilang “Ini buat
kebaikan kamu”. Kakakku selalu cuek, mungkin karena dia sudah lebih besar dari
aku. Suatu hari aku bertanya pada kakakku.
“Kak
kenapa sih kok kakak cuek kalo ayah dan ibu kerja di hari libur. Seharusnya kan
kita liburan, senang-senang gitu. Meninggalkan rutinitas yang membuat penat.”
Kataku kepada kakakku.
“Kamu
itu liburan terus aja, belajar sana. Biar sukses!” Jawab kakakku ketus.
“Kakak
selalu bilang begitu. Aku butuh refreshing kak.” Jawabku.
“Udah
sana nggak usah ngganggu kakak. Ke kamar mu saja sana!!”
Kakakku super duper cuek. Aku pingin
punya kakak yang perhatian dengan adiknya. Tapi, biarkan. Namanya juga hidup.
Hidup kalu nggak mau ada coba’an ya nggak usah hidup aja. Matahari mulai
terbenam, tandanya malam sudah tiba. Aku menghampiri ayah dan ibuku di ruang
keluarga.
“Bu,
kenapa sih ibu kok nggak pernah ngajak aku liburan?”
“Ibu
kan harus kerja, Nak” Kata ibu sambil duduk di kursi
“Ya,
aku tau. Aku cuma ingin liburan, refreshing.” Jawabku dengan nada agak ngambek.
“Ya
udah, insyaallah bulan depan.”
Lalu
aku menjawab dengan marah “Haaaa. Bulan Depan. Terserah deh bu!”
Punya keluarga kok cuek semua. Nggak
pernah pergi bareng. Serasa nggak punya keluarga. Makan bareng berempat aja
jarang. Aku ngiri sama teman-temanku. Mereka selalu diantar orang tuanya, bawa
bekal yang disiapkan orang tua, semuanya disiapin lah. Mana mau ibu atau ayah
seperti itu. Rasanya khayal. Meraka hanya sibuk bekerja seharian. Berangkat
pagi pulang malam. Keesokan harinya pada saat pulang sekolah aku bercerita
kepada temanku, Sinta.
“Sin
kamu tau nggak, Sin?”
“Tau
apa? Kamu kan belum bilang apa-apa sama aku” Jawab Sinta heran.
“Oh
ia lupa hehehe. Gini sin kenapa siih orang tuaku nggak pernah ngajak liburan sekeluarga.
Paling sekali dua kali tiap tahunnya. Aku sebel sama mereka, kakakku juga.
Emang aku dianggap apa?” Tanyaku sambil terbawa emosi.
“Menurutku
sih kamu harus sabar. Mungkin orangtuamu sibuk banget kali, Rin.” Jawab Sinta
sambil menenangkanku
“Sesibuk-sibuknya
mereka, masa nggak bisa luangin waktunya buat aku gitu”
“Udah,
semua itu udah diatur sama Allah. Di balik masalah ini pasti ada hikmahnya kok,
Rin J”
“Iya-iya,
makasih nasehatnya Sin. Kamu memang sahabat terbaikku.” Jawabku dengan
tersenyum.
“Oke
sama-sama.”
“Oh
iya rin kalau keluargamu gimana? Sama kaya aku?”
“Ya
hampir sama. Cuma ayah dan ibuku kerja di luar kota. Yah paling di rumah sama
bibi, pak parman.”
“Berarti
kita sama dong. Tapi ngomong-ngomong kok kamu nggak pernah sedih atau apa gitu?”
Tanyaku penasaran.
“Ya
biasa ajalah. Kita harus bisa ngertiin mereka kalau mereka kerja itu buat kita.
Mereka juga nggak pernah ngeluh kalau mereka capek. Aku salut sama mereka.
Membanting tulang untuk aku”
“Ya
ada benernya juga sih. Hahaha, kita sama ya. Tapi aku salut sama kamu kamu
tetep tegar. Tapi memang seberapa jauh jarak yang memisahkan kita, nggak ada
batasan buat kita sayang ke mereka.”
“Iya
aku setuju denganmu. Ayo kita pulang, Rin?”
“Let’s
goo.” Jawabku dengan semangat
Aku sangat senang mempunyai sahabat
seperti Sinta. Dia selalu mengerti aku. Selalu ada saat aku senang, sedih.
Nggak akan aku sia-siakan sahabatku yang tulus ini. Keesokan harinya Sinta
tidak masuk sekolah. Aku bingung kenapa dia tidak masuk sekolah. Pada saat itu
guru mengumumkan kalau Ayah Sinta
meninggal karena kecelakaan mobil. Aku yang mendengar kabar itu langsung kaget.
Selama pelajaran aku pun tidak tenang. Aku kuatir dengan keluargaku. Setelah
bel pulang berbunyi akupun langsung bergegas pulang ke rumah. Dan sesampai di
rumah aku kaget Ayah, Ibu dan Kakakku sudah ada di ruang tamu. Aku langsung
memeluk mereka bertiga.
“Ayahh,
Ibuu, Kakakk. Assalamualaikum, aku pulanggg” Kataku sambil memeluk mereka satu
persatu.
“Tumben
kamu meluk-meluk segala. Oh ia tadi ayah sama ibu denger sahabatmu, Sinta.
Ayahnya meninggal ya?. Ayah sama Ibu mau ke rumah Sinta, ibu sama ayah nunggu
kamu dateng biar bisa berangkat sama-sama.”
“Ya
masa nggak boleh. Ya nggak Bu, Yah? Oh nungguin aku ya. Oke ayo kita berangkat,
tapi aku ganti baju dulu yaaa?”
Kakakku
langsung menjawab. “Ya iya lah masa ke rumah orang bau asem kaya gitu.”
Setelah aku berganti baju, aku dan
keluargaku langsung menuju ke sana. Sesampai disana ternyata jenazah Ayah Sinta
sudah dimakamkan. Disana aku melihat Sinta sedang memandangi foto ayahnya.
Setelah bersalaman dan pamit ke keluarga Sinta. Sesampai dirumah aku berbicara
kepada ayah dan ibuku.
“Ayah
Ibu aku minta maaf ya? Aku terlalu egois sama ayah, sama ibu. Menganggap ibu
sama ayah nggak peduli sama aku”
“Sudah
tidak apa-apa itu juga salah ibu sama ayah memang terlalu memikirkan kerjaan”
Jawab ayah.
“Iya
ayah sama ibu juga minta maaf sinta.” Jawab ibu sambil tersenyum padaku
Semenjak itu aku lebih mengerti akan
keluargaku. Mereka melakukan itu untuk kebaikanku. Orang tua yang semula aku
anggap tidak mempedulikanku, ternyata salah. Mereka orang yang yang sangat
penting, berharga seperti nyawa yang ada di tubuh. Keluargaku aku sayang kepada
kalian. Keluargaku kau bagian dari separuh nyawaku J.
Maaf, jika cerpen karya saya ada kekurangannya.....
Hanya untuk hiburan saja..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar